Wamendikti Bantah Sekolah Unggulan Garuda Eksklusif

Wamendikti Bantah

Wamendikti Bantah – Sekolah Unggulan Garuda, sebuah institusi pendidikan yang belakangan ramai jadi perbincangan, mendadak disorot publik. Dengan fasilitas kelas atas, kurikulum internasional, dan daftar siswa dari kalangan elit, sekolah ini di gadang-gadang sebagai simbol pendidikan eksklusif di negeri ini. Tapi tunggu dulu, benarkah semuanya semewah itu? Dan lebih penting lagi, apakah benar sekolah ini hanya untuk “orang dalam”?

Opini publik terbelah. Sebagian besar melihat Sekolah Garuda sebagai wadah bagi anak-anak dari keluarga berpengaruh, pejabat, dan konglomerat. Gedung sekolahnya megah, berada di kawasan elit, lengkap dengan laboratorium berteknologi tinggi, lapangan olahraga standar internasional, serta guru-guru impor dari luar negeri. Pintu masuknya pun di jaga ketat, membuat banyak orang bertanya-tanya, apakah ini institusi pendidikan atau benteng kekuasaan athena168?


Wamendikti Angkat Suara: “Garuda Bukan Sekolah Eksklusif!”

Di tengah gempuran opini dan sorotan publik, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi (Wamendikti) akhirnya buka suara. Dalam konferensi pers yang di gelar dengan nada tegas, ia membantah keras bahwa Sekolah Unggulan Garuda adalah sekolah eksklusif. Dengan mimik serius dan tatapan tajam, ia menyatakan bahwa sekolah tersebut terbuka bagi siapa pun yang memenuhi syarat akademik, bukan karena nama besar keluarga atau kekayaan orang tua.

“Kami tidak pernah menetapkan bahwa Sekolah Garuda hanya untuk kalangan tertentu,” ujar Wamendikti. “Fasilitas memang lengkap, tapi prinsip pendidikan kita harus tetap inklusif. Semua anak yang punya kemampuan, prestasi, dan komitmen belajar punya peluang yang sama.”

Namun publik tidak tinggal diam. Banyak yang mempertanyakan bagaimana mungkin sebuah sekolah yang biaya masuknya setara dengan satu unit mobil bisa di sebut “terbuka untuk umum”? Apakah benar syarat akademik menjadi satu-satunya filter? Atau ada seleksi tak kasat mata yang hanya di mengerti oleh mereka yang “berpengaruh”?


Suasana Belajar yang Penuh Aura Eksklusivitas

Masuk ke lingkungan Sekolah Garuda, kamu tidak akan merasa seperti berada di sekolah biasa. Dindingnya di penuhi lukisan-lukisan kontemporer, ada robot menyambut di pintu masuk, bahkan kantin pun menyajikan makanan organik berstandar hotel. Tak heran jika masyarakat umum merasa terintimidasi, bahkan hanya dengan melihat brosur pendaftaran sekolah tersebut.

Para siswa tampil seperti bintang muda — seragam modis, tas branded, dan mobil jemputan mewah. Guru-gurunya menggunakan bahasa Inggris dalam percakapan sehari-hari, dan program sekolahnya mencakup kunjungan studi ke luar negeri. Apakah semua ini tidak menciptakan batas sosial yang tidak tertulis?


Biaya Selangit dan Seleksi yang Tidak Transparan

Biaya masuk Sekolah Garuda di sebut-sebut mencapai ratusan juta rupiah, belum termasuk uang tahunan dan bulanan yang sangat mencolok di bandingkan sekolah negeri atau swasta biasa. Masyarakat mempertanyakan: di mana letak aksesibilitasnya? Apakah benar anak-anak dari kalangan menengah bawah di beri kesempatan, atau ini hanya ilusi keadilan pendidikan?

Tak sedikit orang tua yang mengaku gagal saat mencoba mendaftarkan anaknya, meski nilai rapor tinggi dan punya segudang prestasi. “Alasan penolakan sangat umum, katanya belum sesuai kriteria. Tapi kriteria seperti apa, tidak dijelaskan secara detail,” ujar salah satu orang tua yang menolak di sebut situs slot.


Narasi Pemerintah vs Fakta di Lapangan

Pernyataan Wamendikti tentu patut diapresiasi, tapi tidak bisa menutup mata terhadap realitas yang di rasakan publik. Pernyataan “tidak eksklusif” seolah bertabrakan dengan kenyataan di lapangan: lingkungan sekolah yang sangat steril dari anak-anak biasa, fasilitas yang mengungguli kampus negeri, dan seleksi yang tak terjangkau oleh mayoritas masyarakat Indonesia.

Sekolah Unggulan Garuda telah menjadi simbol dari jurang pemisah antara elit dan rakyat biasa dalam sistem pendidikan kita. Dan meski Wamendikti berulang kali menyangkal adanya diskriminasi terselubung, pertanyaan tetap menggantung di udara: mungkinkah sebuah sekolah yang terlalu sempurna bisa benar-benar terbuka untuk semua?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *